Jakarta - siberinformasirakyat - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan terus mendalami laporan dugaan korupsi yang berkaitan dengan proses pemilihan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari unsur DPD RI.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan pemantauan terhadap pengakuan pelapor yang beredar di berbagai media sosial.
“Kita lihat progresnya, sampai tiga babak (video) kalau tidak salah. Itu sudah dilaporkan,” ujar Asep, dikutip dari RMOL pada Rabu, 26 Februari 2025.
Namun, Asep menegaskan bahwa laporan tersebut belum memasuki tahap penyelidikan di Kedeputian Penindakan KPK.
“Ini masih berada di tahap pengaduan masyarakat (Dumas) atau Penerimaan Layanan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM). Ditunggu saja,” jelasnya.
Sebelumnya, pada Selasa, 18 Februari 2025, dua mantan staf anggota DPD RI periode 2024-2029, Rafiq Al-Amri dan Muhammad Fithrat Irfan, menyerahkan bukti rekaman suara yang diduga melibatkan salah seorang petinggi partai politik dalam kasus suap yang menyangkut 95 dari 152 anggota DPD RI.
Bukti tersebut diserahkan langsung oleh Muhammad Fithrat Irfan, didampingi kuasa hukumnya, Azis Yanuar, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
“Pak Irfan diminta untuk menyampaikan bukti-bukti tambahan yang diperlukan. Hari ini sudah disampaikan bukti tambahan yang diminta oleh KPK untuk memproses laporan yang telah diajukan pada Desember 2024 lalu,” ujar Azis kepada wartawan.
Lebih lanjut, Azis menyebut bahwa KPK dalam waktu dekat akan melanjutkan proses investigasi dengan melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait, termasuk anggota DPD RI dan pihak lainnya.
“Bukti yang diserahkan berupa rekaman pembicaraan antara Pak Irfan dan seorang petinggi partai. Jadi, ini bukan hanya terkait DPD, tetapi juga ada petinggi partai yang diduga terlibat. Dari 95 orang yang menerima suap, ada satu pihak yang diduga sebagai pemberi utama,” terang Azis.
Azis juga mengungkapkan bahwa kliennya mengalami intimidasi dan ancaman karena telah melaporkan dugaan suap ini ke KPK.
“Ada pihak yang meminta Pak Irfan untuk tidak melanjutkan kasus ini. Ada dugaan intimidasi dan ancaman,” tambahnya.
Sementara itu, Irfan mengungkapkan bahwa dirinya telah melaporkan salah satu anggota DPD asal Sulawesi Tengah, Rafiq Al-Amri (RAA), yang juga merupakan mantan atasannya. Ia menuding RAA menerima dugaan suap terkait pemilihan Ketua DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI dari unsur DPD.
Menurut Irfan, jumlah uang yang diterima oleh masing-masing anggota DPD untuk pemilihan Ketua DPD mencapai 5.000 Dolar AS per orang, sementara untuk pemilihan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD mencapai 8.000 Dolar AS per orang.
“Total yang diterima adalah 13.000 Dolar AS per anggota,” ujar Irfan.
Ia menjelaskan bahwa penyerahan uang dilakukan secara langsung (door to door) ke ruangan anggota DPD dalam bentuk Dolar AS, yang kemudian dikonversi ke Rupiah dan disetorkan ke rekening masing-masing anggota DPD.
“Saya bersama tiga orang lainnya, termasuk bos saya RAA, serta dua perwakilan dari Ketua DPD RI terpilih, berperan dalam mengawal uang ini. Salah satu dari mereka bertindak sebagai bodyguard dan satu lagi sebagai sopir, untuk memastikan uang tidak tertangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di jalanan,” beber Irfan.
Ia pun menegaskan bahwa uang tersebut digunakan untuk membeli suara anggota DPD agar memilih calon tertentu sebagai Ketua DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI dari unsur DPD.
Hingga saat ini, KPK masih terus menelusuri bukti dan informasi tambahan sebelum melanjutkan ke tahap penyelidikan lebih lanjut. (K077A)